Prita Mulyasari menulis uneg-unegnya lewat milis (grup email) tentang pelayanan yang diterima saat dirawat di rumah sakit Omni International. Artinya uneg-uneg atau pesan tersebut ditujukan kepada sejumlah orang yang bergabung di grup milis yang sama dan bukan ditujukan kepada pihak Rumah Sakit Omni International. Anehnya, pihak Rumah Sakit Omni International memberikan reaksi yang berlebihan dengan melaporkan Prita kepada pihak berwajib. (int)
------
Kasus Prita; Membeli Pisang Epe’ dengan
Dolar
Oleh:
Asnawin
(Mahasiswa
S2 Ilmu Komunikasi Universitas Satria, Makassar)
Ada tujuh unsur dalam komunikasi, yakni
komunikator (orang yang mengirim pesan), pesan, media atau sarana, komunikan
(orang yang menerima pesan), efek, umpan balik, serta lingkungan.
Komunikasi baru dikatakan mengena atau
berhasil kalau pesan yang ingin disampaikan oleh seseorang (komunikator)
benar-benar sampai kepada orang yang dikirimi pesan (komunikan), apalagi kalau
pesan tersebut memberi efek atau berdampak dan kemudian mendapat umpan balik
dari komunikan.
Di Indonesia, negara kita tercinta,
tampaknya banyak komunikasi yang tidak mengena atau tidak berhasil, karena
banyak komunikator (kata yang bersepupu dengan provokator) yang mengirim pesan
kepada komunikan yang salah dan di lingkungan yang salah.
Mahasiswa misalnya. Mereka sering
melakukan aksi unjukrasa dengan maksud ingin menyampaikan pesan kepada
penguasa, bahwa mereka kecewa, marah, atau tidak setuju terhadap sesuatu yang
dilakukan atau diputuskan oleh penguasa.
Sayangnya, aksi unjukrasa tersebut
dilakukan di jalan raya pada saat arus lalu lintas sedang padat. Artinya,
pesannya justru disampaikan kepada masyarakat yang kebetulan lewat di jalan
raya tersebut.
Akibatnya, masyarakat menjadi terganggu
aktivitasnya dan kadang-kadang masyarakat memberikan reaksi, sehingga
terjadilah keributan antara mahasiswa dengan masyarakat. Pada saat yang sama,
penguasa mungkin sedang sibuk melaksanakan tugas-tugasnya dan sama sekali tidak
tahu dengan adanya aksi unjukrasa mahasiswa.
Kalau pun ada wartawan yang meliput aksi
unjukrasa tersebut dan disiarkan oleh media massa, belum tentu penguasa
mendengarnya lewat radio, menyaksikan siarannya di televisi, dan atau membaca
beritanya di media cetak. Mungkin juga penguasa tidak peduli dan tidak akan
memberikan reaksi apa-apa.
Dalam beberapa kasus lain, justru banyak
orang atau pihak yang memberikan umpan balik atau reaksi atas pesan yang
sebenarnya bukan ditujukan untuk mereka.
Contoh kasus yang masih hangat yaitu
reaksi yang dilakukan oleh pihak Rumah Sakit Omni International (di Kota
Tangerang Selatan, Provinsi Banten), atas uneg-uneg atau pesan yang disampaikan
oleh Prita Mulyasari kepada sejumlah orang di sebuah grup milis.
Prita Mulyasari menulis uneg-unegnya
lewat milis (grup email) tentang pelayanan yang diterima saat dirawat di rumah
sakit Omni International. Artinya uneg-uneg atau pesan tersebut ditujukan
kepada sejumlah orang yang bergabung di grup milis yang sama dan bukan
ditujukan kepada pihak Rumah Sakit Omni International.
Anehnya, pihak Rumah Sakit Omni
International memberikan reaksi yang berlebihan dengan melaporkan Prita kepada
pihak berwajib. Lebih aneh lagi, karena pihak berwajib kemudian memproses
laporan tersebut yang berbuntut penahanan dan denda ratusan juta rupiah kepada
Prita.
Pihak Rumah Sakit Omni International
mungkin ingin memberikan pelajaran atau efek jera kepada Prita, tetapi yang
terjadi kemudian adalah masyarakat Indonesia dari berbagai penjuru tanah air
membela dan bahkan memberi bantuan kepada Prita, dengan cara mengumpulkan uang
koin rupiah untuk membayar denda yang dijatuhkan pengadilan kepada Prita.
Pengumpulan koin tersebut secara tidak
langsung merupakan ejekan dan penghinaan kepada pihak Rumah Sakit Omni
International dan pihak pengadilan yang menjatuhkan hukuman kepada Prita.
Mata Uang
Pihak Rumah Sakit Omni International
mungkin lupa atau tidak tahu bahwa setiap negara ada mata uangnya
masing-masing. Grup milis itu dapat diibaratkan sebagai sebuah negara. Grup
milis adalah sebuah komunitas pengguna email. Kelompok arisan keluarga atau
kelompok arisan ibu-ibu rumah tangga dalam sebuah kompleks perumahan, juga
sebuah komunitas.
Sebagai sebuah negara, sebagai sebuah
komunitas, grup milis dan kelompok arisan ibu-ibu tentu punya mata uang
masing-masing. Punya aturan dan cara bermain masing-masing.
Apa yang terjadi atau apa yang
diperbincangkan di komunitas sebuah grup milis atau di sebuah komunitas arisan ibu-ibu,
tidak perlu dicampuri atau ditanggapi oleh orang luar. Sekali pun perbincangan
itu menyangkut orang luar.
Kalau ada orang luar yang masuk lalu
memberikan reaksi atas perbincangan yang terjadi di grup milis atau di kelompok
arisan ibu-ibu, maka itu berarti orang luar tersebut secara tidak langsung
telah membeli pisang epe’ (makanan khas Sulawesi Selatan) di Kota Makassar
dengan menggunakan uang dolar Amerika Serikat.
Penjual pisang epe’ atau orang Makassar
pasti akan heran, tertawa, dan atau marah kalau ada orang Amerika Serikat yang
membeli pisang epe’ dengan uang dolar. Mungkin akan sama heran, tawa, dan atau
marahnya orang Italia kalau ada orang Indonesia yang membeli pizza di Kota Roma
dengan uang rupiah.
Begitulah yang terjadi dalam kasus Prita
Mulyasari. Banyak orang yang heran, tertawa, dan atau marah kepada pihak Omni
International, karena menganggap pihak Omni International telah salah alamat
dan keterlaluan.
Salah alamat karena memberikan reaksi
terhadap pesan yang bukan ditujukan untuk mereka, dan keterlaluan karena
memaksakan membeli pisang epe’ di Pantai Losari Makassar dengan menggunakan
uang dolar Amerika Serikat.
Selamat tahun baru 2010. Semoga tidak
banyak lagi komunikator yang memberikan pesan kepada komunikan yang salah di
lingkungan yang salah seperti banyak terjadi pada tahun 2009.
Semoga tidak ada lagi orang atau pihak
yang memberikan umpan balik atau reaksi atas pesan yang sebenarnya bukan
ditujukan untuk mereka, seperti yang terjadi pada kasus Prita Mulyasari pada
tahun 2009. ***
keterangan:
-
Artikel ini dimuat di harian Fajar, Makassar, pada hari Rabu, 30 Desember 2009,
halaman 4 (rubrik Opini)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar