Sabtu, 12 November 2011

Kampanye dan Propaganda



JANGAN pernah berharap kampanye politik akan berlangsung positif, bersih, dan sehat. Sebaliknya, jangan pula terlalu khawatir dengan adanya kampanye negatif, kampanye hitam, atau pun propaganda negatif. Kampanye positif (positive campaign), kampanye bersih, dan kampanye sehat, sulit terwujud karena setiap pasangan kandidat presiden/wapres, kandidat gubernur/wagub, kandidat walikota/wawali, kandidat bupati/wabup, dan kandidat kepala desa, pasti ingin tampil sempurna. (Foto: http://kanalpemilu.net/)

-------------------


Kampanye dan Propaganda

Oleh: Asnawin

JANGAN pernah berharap kampanye politik akan berlangsung positif, bersih, dan sehat. Sebaliknya, jangan pula terlalu khawatir dengan adanya kampanye negatif, kampanye hitam, atau pun propaganda negatif.

Kampanye positif (positive campaign), kampanye bersih, dan kampanye sehat, sulit terwujud karena setiap pasangan kandidat presiden/wapres, kandidat gubernur/wagub, kandidat walikota/wawali, kandidat bupati/wabup, dan kandidat kepala desa, pasti ingin tampil sempurna.

Untuk tampil sempurna dan mendapatkan citra positif, maka lawan harus 'dijatuhkan' dan dicitrakan negatif, maka dilakukanlah kampanye negatif (negative campaign) dan kampanye hitam (black campaign), maka dibuatlah propaganda negatif (negative propaganda).

''Jadi jangan harap kampanye Pilgub (pemilihan gubernur) akan bersih dan sehat,'' tutur seorang dosen kepada beberapa mahasiswanya yang berkunjung dan membawa kado ulang tahun ke rumahnya untuk mengucapkan selamat ulang tahun ke-40.

Sebaliknya, lanjut pria yang juga pernah memimpin sebuah organisasi kepemudaan itu, jangan pula terlalu khawatir dengan adanya kampanye negatif, kampanye hitam, dan propaganda negatif.

''Biasalah itu,'' katanya.

''Tetapi kampanye negatif, kampanye hitam, dan propaganda negatif itu 'kan tidak mendidik dan akan berdampak buruk terhadap demokrasi,'' kata salah seorang mahasiswa.

''Banyak orang yang berpendapat begitu, tetapi sebenarnya ada juga positifnya,'' kata dosen PNS yang juga aktif sebagai pengurus pada salah satu partai politik.

Positifnya antara lain akan membuka rekam jejak (track record) yang sebenarnya pribadi seorang calon (Rafiuddin Munis Tamar, Kompas, 25/5/2004).

Masyarakat memerlukan informasi tentang rekam jejak para kandidat gubernur sebelum menjatuhkan pilihannya.

Biasanya, kata sang dosen, para kandidat gubernur yang terkena kampanye negatif, kampanye hitam, atau propaganda negatif, akan bereaksi. Biasanya mereka akan mengatakan "itu fitnah" atau "itu bohong."

''Tetapi ada juga kandidat yang bereaksi berlebihan dengan mencak-mencak dan mengancam akan melaporkan dan menuntut pihak yang melakukan kampanye hitam,'' ujar politisi yang masih cukup rajin mengajar itu.

Reaksi dari kandidat itu, lanjutnya, akan menjadi penilaian tersendiri bagi masyarakat, karena biasanya kemampuan dan cara menghadapi isu itu akan dikaitkan dengan kemampuan kandidat gubernur dalam menghadapi masalah.

Kampanye negatif, kampanye hitam, dan propaganda negatif juga akan menguji kedekatan seorang kandidat dengan masyarakat.

''Perlu adik-adik ketahui, kedekatan seorang kandidat dengan masyarakat itu tidak bisa hanya dibangun selama masa kampanye, tetapi harus jauh-jauh hari sebelumnya,'' tutur sang dosen.

''Kalau begitu, pasti pejabat gubernur yang paling dekat dengan masyarakat, karena dialah yang sering berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat,'' celutuk salah seorang mahasiswa lainnya.

''Seharusnya begitu, tetapi kita belum tahu hasil akhirnya nanti,'' kata sang dosen.

''Kayak sepakbola saja, pakai istilah hasil akhir,'' kata si mahasiswa yang nyelutuk tadi sambil tersenyum.

Setelah balas tersenyum, dosen yang suka makan jagung bakar itu mengatakan, masyarakat yang sudah merasa dekat dan mengenal kandidat gubernur yang tertimpa kampanye hitam, kemungkinan besar tidak akan terpengaruh.

Sebaliknya, masyarakat mungkin saja akan terpengaruh dengan isu kampanye negatif, dan kampanye hitam, kalau mereka tidak mengenal dan tidak dekat dengan kandidat gubernur.

''Tetapi ingat adik-adik sekalian, kandidat yang populer belum tentu dekat dengan masyarakat, karena popularitas itu tergantung bagaimana memanfaatkan media massa, sedangkan kedekatan itu dibangun dengan bersentuhan langsung, terjun, dan bertemu langsung dengan masyarakat. Itu pun bukan hanya sekali dilakukan, tetapi berkali-kali dan harus meninggalkan kesan yang baik,'' urainya.

Hitam, Positif, Negatif

''Ngomong-ngomong, apa sih perbedaan antara kampanye positif, kampanye negatif, kampanye hitam, dan propaganda negatif itu?'' tanya salah seorang mahasiswa yang sedari tadi hanya diam terbengong-bengong.
Mendengar pertanyaan lugu itu, sang dosen langsung tersenyum.

''Itu pertanyaan bagus,'' katanya sambil mengacungkan jempol tangan kanannya.

Kampanye positif itu, katanya, adalah kampanye yang dilakukan seorang kandidat dengan mengemukakan potensi dan kekurangan dirinya, serta memuji kandidat lain yang menjadi pesaingnya.

Kampanye negatif semata-mata menonjolkan dirinya dan sebaliknya mengungkapkan kelemahan lawan, dengan tujuan ingin meyakinkan masyarakat bahwa dirinya lebih baik dibanding kandidat lain.

''Sedangkan kampanye hitam itu ialah kampanye yang dilakukan oleh seseorang atau suatu kelompok secara tidak jantan, karena tidak menyebutkan identitasnya, tetapi mengemukakan borok dan kekurangan salah satu kandidat,'' jelas sang dosen.

Propaganda

Propaganda, lanjutnya, merupakan manajemen terhadap sikap-sikap kolektif melalui manipulasi simbol-simbol signifikan. Propaganda merupakan sebuah upaya untuk mengubah sudut pandang orang lain agar apa yang menjadi milik sendiri dapat menimbulkan akibat terhadap pihak lawan (Pikiran Rakyat, 27/1/2005).

''Propaganda dapat juga diartikan sebagai suatu cara menghancurkan pihak lawan atau sebagai suatu cara memenej opini publik. Cara ini sangat dekat hubungannya dengan persuasi, sehingga propaganda sering diidentikkan dengan persuasi massa,'' urai sang dosen.

Dosen yang politisi itu secara terus terang mengakui bahwa dia tidak tahu persis pengertian propaganda, tetapi ia menduga propaganda itu artinya menyebarkan atau penyebarluasan.

''Entah bagaimana, propaganda itu akhirnya berkonotasi negatif. Pesan-pesan propaganda dipandang sebagai kebohongan, manipulatif, dan sebagai indoktrinasi,'' katanya.

Propaganda berpijak pada asumsi bahwa umumnya orang bersifat irasional dan akan bereaksi terhadap simbol-simbol yang disampaikan kepada mereka melalui media massa.

''Dengan demikian, propaganda seringkali efektif kepada masyarakat atau kelompok-kelompok masyarakat yang kurang kritis,'' tutur sang dosen.

Tiba-tiba sang dosen dan beberapa mahasiswa terkejut, karena mendengar suara ngorok. Rupanya salah seorang di antara mahasiswa itu ada yang tertidur dan mendengkur. Mereka pun langsung tertawa terbahak-bahak.

Makassar, 5 Agustus 2007

[Terima kasih atas kunjungan dan komentar Anda di blog Asnawin sang Journalist]

Tidak ada komentar: